Perusahaan tersebut didirikan pada akhir tahun 1990-an, ketika mulai banyak kebutuhan akan penggunaan program komputer untuk menggantikan pekerjaan manual. Pada waktu itu, bahkan di kota besar seperti Jakarta, komputer adalah produk mewah. Tidak semua orang atau perusahaan mampu memiliki--dan lebih penting lagi, memanfaatkan--komputer. Namun, Davis Ray, yang lebih dikenal sebagai Ray Tampan, memiliki banyak visi.
Sebagian visinya terinspirasi dari kisah-kisah sukses perusahaan teknologi di luar negeri. Sebagian lagi dari mulai hadirnya Internet. Serta keinginan untuk memiliki produk sendiri. Oleh karena itu, ketika sebagian mahasiswa ilmu komputer belum memiliki komputer sendiri, Ray sudah memiliki dua komputer yang dirakit sendiri. Ketika sebagian masih kesulitan memahami pemrograman, Ray sudah melahap beberapa buku pemrograman yang dipinjam dari perpustakaan kampus.
Lalu, ketika masa bubble dot com di luar mulai terasa efeknya di sini, Ray membeli beberapa nama domain .com dengan susah payah. "Siapa tahu bisa dijual kembali dengan mahal," demikianlah kadang ia berharap. Pada masa itu, sejumlah perusahaan di luar negeri, dengan sejumlah ide yang hebat dan waktu yang tepat, berkembang sedemikian besar. Investor lebih mudah menggelontorkan dana ketika perusahaan datang dengan embel-embel dot com. Sayangnya, banyak juga yang tidak bertahan.
Ray tidak mendapat kesempatan untuk masuk ke bisnis internet. Sebagai gantinya, ia merayu, setengah memaksa, dan memastikan temannya, Wie Gunawan, untuk bergabung sebagai rekan pendiri perusahaan. Melihat Ray memiliki nama panggilan Ray Tampan, Wie memanggil dirinya Wigu keren. Demikianlah cerita mereka dimulai. Tampan dan keren, kurang apa lagi?
Pada masa itu, pengguna komputer umum bekerja dengan command line interface, dimana program dijalankan dengan perintah yang diketik, seperti dir, ls, dan lain sebagainya. Tapi, tentu saja, sudah dilengkapi dengan layar monitor, walaupun masih sederhana. Program yang lebih modern datang bersama user interface teks, yang dilengkapi kotak-kotak yang menyerupai tombol yang umum ditemukan sekarang. Dan, itulah yang kedua programmer muda tersebut hadirkan di program yang mereka hasilkan. Mereka membuatnya secara manual, dengan bahasa Pascal yang mereka pelajari di kampus.
"Kita harus masuk ke program yang digunakan oleh bisnis. Mereka yang akan menggunakan terus," ujar Ray, si tampan, ketika mereka sedang makan bubur kacang hijau. Si keren, mengangguk dengan mulut penuh, barangkali karena tidak punya pilihan lain. Ray selalu punya visi. Demikianlah, tak lama kemudian, mereka rutin menaiki bis kota, mencari kenalan dan senior yang membutuhkan penulisan program komputer. Pada sekitar tahun 2000, mereka menagihkan dua sampai tiga juta sebagai uang jasa, untuk program yang dikerjakan sekitar satu minggu. Tidak selalu cukup untuk hidup, tapi beberapa warung memang cukup pengertian untuk mengijinkan pelanggan setia membayar beberapa hari kemudian.
Kesuksesan mereka dimulai ketika mereka mampu menawarkan program yang datang dengan user interface grafikal dan sangat mudah digunakan. Alih-alih tombol dari karakter-karakter teks, tombol mereka adalah tombol yang umum digunakan saat ini. Mereka membaca sekian seri buku komputer, menerapkan penggunaan sistem database relasional, memimpikan apapun bahasa pemrograman dan teknologi yang diperlukan dalam tidur. Ketika aplikasi web mulai dikenal, mereka belajar lebih keras, berjualan lebih serius, memastikan reputasi tetap terjaga, dan mulai mempertimbangkan pengembangan usaha.
Penawaran pertama itu hadir dua tahun kemudian. Sebuah panggilan masuk ke telepon Ray pagi-pagi ketika mereka mulai mempersiapkan untuk merilis sebuah versi baru.
"Dari Pak Ben," bisiknya.
Semua tahu ini adalah kabar yang akan menentukan. Mereka telah berbulan-bulan mencoba menjual program dan berbagai solusi lain ke sejumlah perusahaan yang dikelola oleh Benfano, sosok brilian yang menghabiskan lebih dari 10 tahun tinggal di belahan benua berbeda--untuk menempuh pendidikan tinggi dan mencari pengalaman.
Sebagai seseorang yang matang, Benfano tidak terburu-buru. Di usia pertengahan 40-an, beliau cukup menghargai pendapat generasi di bawahnya. Dan, saat ini, beliau ingin mendengar rencana mereka, produk mereka, atau apapun yang ada di kepala mereka.
Bagi Ray Tampan, ini adalah kesempatan untuk naik ke level berikut. Mungkin sebuah visi yang baru lagi. Bagi Wigu Keren, ini adalah kesempatan untuk memperluas solusi yang bisa dikembangkan. Semua tahu bahwa apabila rencana mereka sejalan, maka ini hanya berarti satu hal: perusahaan yang lebih stabil.
Hari yang ditunggu telah tiba. Pada dasarnya, mereka tahu bahwa perusahaan Pak Ben tidak akan menggunakan program yang telah mereka kembangkan. Tim kecil ini baru berusia beberapa tahun. Seberapa bagus pun program yang mereka tawarkan saat ini, terdapat program yang jauh lebih bagus di luar sana. Mereka bisa bekerja dengan baik dan memimpikan kode program ketika tidur, tapi tim inti ini pada dasarnya hanya berdua. Tapi setidaknya, mereka punya reputasi, yang akan mereka jaga dan perjuangkan.
Pak Ben, yang sedang berusaha keras mengurangi berat badan, sudah siap di ruang meeting. Ia hadir lebih awal, telah membaca beberapa artikel, siap untuk hari yang panjang. Tamunya adalah anak-anak muda yang semangat, telah sekian tahun berusaha menjaga reputasi, tapi dengan keuangan yang memprihatinkan. Mereka jelas tidak bisa mengelola usaha.
Tim Pak Ben bergabung dan serangan kartu nama dan salam pun dimulai. Kopi dan teh kemudian ditawarkan. Walau tentu saja, tidak penting apa yang akan diminum saat itu. Makan, minum, dan tidur selalu bisa menyusul.
"Kami berharap dapat menawarkan program kami ke Pak Ben, namun terbuka untuk mengimplementasikan ERP-ERP berikut," Si tampan memulai. Si keren kemudian mengangsurkan beberapa pilihan ERP--semua dari luar negeri--beserta reseller lokalnya. ERP--Enterprise Resource Planning--menawarkan solusi lengkap untuk pengelolaan usaha, mulai dari penjualan, pembelian, akunting, pengelolaan sumber daya manusia, manufacturing, dan apapun yang diperlukan. Hanya saja, umumnya penyesuaian dengan proses bisnis yang ada akan diperlukan. Ini adalah bagian yang perlu dipikirkan oleh reseller.
"Sudah pernah implementasi salah satu yang ada di sini?" tanya Pak Ben sambil menunjuk produk yang diperlihatkan sebelumnya. "Tidak, Pak," mereka menggeleng. "Tapi, kami bisa siapkan tim, total 4 orang penuh waktu, baik untuk implementasikan apa yang dipilih, ataupun menggunakan program yang telah kami kembangkan. Apapun hasilnya, cerita sukses ini bisa kita jual ke perusahaan lain."
Tentu saja, batin Pak Ben. Tapi ini akan butuh tahunan dan bukan sekedar programmer.
"Apakah kalian dapat bekerja sama dengan tim bisnis kami? ERP bukan sekedar urusan teknis, bukan?"
"Kita bisa coba Pak. Tapi sisi teknologi tetap di kami."
"Baik."
Kesepakatan awal mulai disusun. Setidaknya, ini bisa memastikan keuangan mereka lancar selama setahun ke depan. Dan yang lebih penting lagi, portofolio mereka.
Kurang lebih di periode waktu yang sama, Sarwo mulai membangun tim, yang dengan segera dibongkar pasang beberapa kali. Sarwo tidak pernah bertemu dengan Ray, walaupun mereka kuliah di kampus yang sama, angkatan yang sama, dan mungkin pernah kos berdekatan.
Berbeda dengan Ray, Sarwo tidak memiliki nama panggilan. Tentu saja ia tidak bermasalah dengan mukanya, tapi ia tidak menyebut dirinya tampan atau keren. Sebagai seseorang yang serius, fokus Sarwo adalah menunjukkan bahwa secara teknis mereka mampu. Satu-satunya persamaan antara mereka adalah sama-sama membangun aplikasi bisnis. Tapi Sarwo tidak pandai membina relasi dan tidak punya banyak visi.
Ray dapat berpindah dari satu hal ke hal lain, memikirkan cara yang terbaik, melupakan yang tidak perlu dipikirkan, membina relasi baru, dan selalu dapat menemukan bahan candaan. Ia boleh dibilang dapat berteman dengan siapa saja.
Enam tahun kemudian, ketika Sarwo akhirnya nyaman dengan tim yang bertahan sampai sekarang, Ray Tampan sudah memiliki tim dengan 20 programmer. Jumlah ini belum termasuk technical support dan tim pengembangan lainnya. Tim yang selalu sibuk. Pembicaraan dengan Pak Ben pun sudah berkali-kali menyerempat peluang akuisisi, kemungkinan oleh pihak lain.
Belasan tahun kemudian, ketika Sarwo dan tim kecilnya sedang merenungkan semangat yang sempat dibawa oleh Sarah, Ray telah menjadi seorang pengusaha teknologi yang diperhitungkan. Ia kini benar-benar tampil dengan tampan. Mereka memang tidak pernah saling kenal. Tapi mereka jelas seumuran, di bidang yang sama persis: solusi dan software bisnis. Hanya saja, jalan mereka berbeda sekali.
Dan Ray kini jelas punya visi baru. Ia sesekali masih mendapatkan laporan dari sisi teknis. Akan tetapi, kini ia mulai memikirkan bagaimana potensi yang ada pada anak-anak muda, agar bisa terkelola dengan baik. Mereka mungkin kurang pengalaman. Tapi, masa depan jelas membutuhkan mereka. Bayangkan! Ada ribuan lulusan berkualitas setiap tahunnya.